Peritonitis adalah suatu inflamasi intraabdominal yang difus, yang ditandai dengan eksudasi serum, fibrin, sel-sel dan pus dalam peritoneum. Infeksi intraabdominal adalah respon inflamasi pada peritoneum terhadap mikroorganisme dan toksinnya yang menghasilkan eksudat purulen pada rongga peritoneum.(1)
Untuk menegakkan diagnosis dilihat dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
ANAMNESIS
Anamnesis yang terarah sangat membantu dalam menegakkan diagnosis. Gejala klinis perforasi saluran pencernaan adalah nyeri hebat yang datang tiba-tiba seperti ditikam, nausea, muntah, perut terasa kembung.2 Nyeri ini timbul mendadak, terutama dirasakan di daerah epigastrium yang menyebar ke kanan bawah, kemudian ke seluruh perut. Pasien juga dapat mengeluh nyeri di bahu karena adanya rangsangan peritoneum di permukaan bawah diafragma.
PEMERIKSAAN FISIK
Pada pemeriksaan tanda vital perlu diperhatikan status gizi, kemungkinan adanya gangguan kesadaran, dehidrasi, syok, anemia, dan gangguan napas. Penderita dengan perdarahan, perforasi, atau obstruksi lambung duodenum sering datang dalam keadaan gawat.
INSPEKSI
Kemungkinan adanya peritonitis akibat perforasi perlu dicurigai bila tampak pernafasan torakal pada penderita yang abdomennya terlihat tegang. Distensi perut bagian atas disertai peristaltis lambung menunjukkan adanya obstruksi pilorus. Tonjolan di epigastrium yang tampak jelas sering disebabkan oleh tumor ganas lambung yang sudah lanjut yang tidak layak operasi.
PALPASI
Palpasi untuk menentukan kelainan lambung dan duodenum hendaknya dipandu oleh anamnesis tentang nyeri. Defans muskular menunjukkan adanya iritasi peritoneum, misalnya karena perforasi. Bila perut tidak tegang dengan palpasi yang cermat mungkin teraba adanya tumor.
PERKUSI
Pekak hati yang hilang pada perkusi menunjukkan adanya udara bebas di bawah diafragma, dan ini menandakan terjadinya perforasi saluran cerna. Perkusi meteoristik yang terbatas di bagian atas perut biasanya disebabkan oleh obstruksi tinggi
AUSKULTASI
Pada peritonitis akibat perforasi, peristaltis sering lemah atau hilang sama sekali karena terjadi ileus paralitik. Pada obstruksi pilorus didengar adanya kecipak air akibat geseran cairan dan gas dalam lambung yang distensi. Suara ini biasanya terdengar juga tanpa stetoskop
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang kadang perlu untuk mempermudah pengambilan keputusan. Beberapa uji laboratorium dilakukan, nilai hemoglobin dan hematokrit untuk melihat kemungkinan adanya perdarahan atau dehidrasi. Hitung leukosit dapat menunjukkan adanya proses peradangan. Hitung trombosit dan faktor koagulasi diperlukan untuk persiapan bedah.
Foto polos perut posisi tegak dengan arah sinar horizontal membantu untuk menegakkan diagnosis pada keadaan yang lebih lanjut, misalnya sumbatan atau perforasi. Sumbatan yang ditandai dengan dilatasi lambung akan tampak jelas pada foto tersebut sebagai permukaan cairan, yaitu gambaran cairan dan udara yang jelas batasnya. Pada lebih dari 50% kasus perforasi mungkin tampak adanya udara bebas di bawah diafragma. Foto kontras barium tetap merupakan pemeriksaan yang penting dalam membantu menegakkan diagnosis kelainan lambung. Ketepatan diagnosis akan meningkat bila digunakan kontras ganda, yaitu kontras positif (barium) dan negatif (udara).
Gastroduodenoskopi dilakukan bila ada keluhan dan tanda yang mencurigakan ke arah penyakit lambung dan atau duodenum serta untuk tindak lanjutnya. Dengan endoskopi, kelainan yang langsung dilihat dapat difoto untuk dokumentasi. Selain itu, jaringan atau cairan patologis dapat diambil untuk pemeriksaan kimia, sitologi atau patologi.3
Pada anamnesis pasien didapatkan :
- Nyeri seluruh perut yang bersifat akut. Awalnya pasien mengaku sempat merasa nyeri di daerah epigastrium lalu kemudian menjadi seluruh perut (difus)
- Perut terasa kembung
- Mual-muntah
- Riwayat trauma sebelumnya disangkal
- Riwayat panas badan disangkal
- Riwayat makan jamu-jamuan yang mengandung NSAID à predisposisi tukak peptik
- Riwayat gastritis diakui
- Susah BAB
Pada pemeriksaan fisik didapatkan :
- Pada pemeriksaan tanda vital didapatkan Hipertensi (165/110 mmHg), Takikardi (114x/mnt), Takipneu (32x/mnt), Subfebris (37,8oC)
- Pada regio abdomen terdapat nyeri tekan, nyeri lepas, defans muskuler, auskultasi bising usus menurun
- Pada rectal toucher terdapat nyeri tekan di seluruh jam
Pada pemeriksaan penunjang didapatkan :
- Leukositosis ringan (10.900)
- Pada thoraks foto tampak pembesaran jantung dan tampak free air di sub diafragma dekstra
- Pada abdomen tegak dan datar, tampak preperitoneal fat menghilang dan psoas line kabur
Dari anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang ditegakkan diagnosa peritonitis difus e.c susp. perforasi gaster DD/ perforasi duodenum + Hipertensi Grade II.
2. Bagaimana perforasi dapat terjadi pada pasien ini ¿
Perforasi alat saluran cerna dapat dibagi dalam :
- Perforasi Non Trauma, misalnya pada ulkus ventrikuli, tifoid dan appendisitis
- Perforasi oleh Trauma (akibat benda tajam atau benda tumpul)
Perforasi pada pasien ini terjadi akibat tukak peptik yang dideritanya. Secara prinsip tukak adalah kerusakan mukosa akibat ketidakseimbangan antara faktor pertahanan mukosa dan faktor perusak asam lambung dan pepsin. Keadaan akan menjadi lebih buruk dengan mengkonsumsi nikotin, kopi, alkohol, salisilat, NSAID dan CS.
Gastroduodenitis yang disebabkan oleh H. Pylori dianggap penyebab penting yang menyebabkan terjadinya tukak. Sekitar 7 % penderita tukak peptik mempunyai tukak duodenum dan tukak lambung pre-pyloric. Penderita dengan tukak kombinasi dianggap mempunyai etiologi yang sama dengan tukak duodenum.
Tukak peptik duodenum bisa tanpa keluhan selama kelainan belum menembus mukosa, tetapi nyeri epigastrium merupakan keluhan terbanyak. Sakitnya mulai dari nyeri, rasa terbakar sampai rasa pedih. Daur nyeri khas setiap harinya, tidak sakit pagi hari, sakit 1-2 jam setelah sarapan. Nyeri hilang dengan makan siang dan kambuh lagi sore harinya. Nyeri timbul lagi pada malam hari, beberapa jam setelah makan malam atau pada saat tidur. Makanan, susu atau antasid menolong secara khas, untuk sementara karena penetralan asam lambung. Pemeriksaan fisik biasanya tidak ada tanda lain kecuali nyeri tekan epigastrium yang. Komplikasi yang dapat terjadi yaitu perforasi, perdarahan, obstruksi dan stenosis. Prinsip pengobatan medis adalah menghindari faktor predisposisi dan pengobatan infeksi H. Pylori dengan antibiotik. Pengendalian faktor yang memperberat penyakit lewat diet sehat yang terdiri dari pantang makan asam, pedas, kopi, dan alkohol. Berhenti merokok, menghindarkan dari obat yang dapat merangsang lambung seperti asam salisilat, NSAID, CS. Pengaruh iritasi asam pepsin terhadap mukosa dapat dikurangi dengan antasid, atau pemberian obat yang memproteksi mukosa, seperti sukralfat dan antagonis reseptor H2, misalnya cimetidin. Indikasi bedah pada tukak duodenum adalah tukak yang membandel dan terjadi komplikasi.
Penyebab utama tukak lambung adalah gastritis H. Pylori. Gejalanya bervariasi. Bila ada nyeri epigatrium tidak berbatas jelas dan terjadi 30 menit-3 jam setelah makan. Kadang sakit hilang dengan makan, tapi kadang bertambah berat setelah makan. Hal ini jelas berbeda dengan tukak duodenum. Umumnya terdapat mual dan muntah, meskipun tanpa obstruksi. Prinsip pengobatan medis tukak lambung adalah antibiotik yang efektif terhadap H.Pylori, penggunaan antasid, proteksi mukosa yang itu sucralfat dan reseptor H2. Indikasi pembedahan tidak berbeda dengan tukak duodenum. 3
3. Bagaimana penatalaksanaan pada pasien ini ?
Jawab :
Penderita yang lambungnya mengalami perforasi harus diperbaiki keadaan umumnya sebelum operasi. Pemberian cairan dan koreksi elektrolit, pemasangan pipa nasogastrik untuk dekompresi dan pemberian antibiotik mutlak diperlukan. Antibiotik yang diberikan harus berspektrum luas yang melingkupi gram positif, negatif dan anaerob.
Laparatomi segera dilakukan setelah upaya di atas dikerjakan. Operasi ini untuk mengontrol sumber primer kontaminasi bakteri.
Penatalaksaan pasien ini sudah tepat. Sebelum dilakukan laparatomi, pasien ini telah dipasang iv line, pipa NGT, kateter dan pemberian antibiotik berspektrum luas yaitu cefotaxim dan metronidazole. Setelah itu dilakukan laparatomi eksplorasi untuk mengatasi perforasinya. 3
4. Bagaimana prognosa pasien ini ?
Jawab :
Prognosis bergantung kepada (1):
· Lamanya peritonitis
< style=""> : > 90 % penderita selamat
24 – 48 jam : 60 % penderita selamat
> 48 jam : 20 % penderita selamat
· Adanya penyakit penyerta
· Daya tahan tubuih
· Usia
Makin tua usia penderita, makin buruk prognosisnya.
· Komplikasi
Pada pasien ini diagnosa peritonitis ditegakkan dalam 24-48 jam. Selain itu, pasien berusia 70 tahun dan terdapat penyakit penyerta yaitu hipertensi. Untuk ad vitam, pasien ini bersifat dubia ad bonam karena penatalaksanaan perbaikan keadaan umumnya sudah dilakukan relatif dini. Untuk ad functionam bersifat dubia ad bonam, tergantung keberhasilan operasi yang dilakukan.